Di pasar modal Indonesia, baik investor maupun perusahaan emiten sama-sama pihak yang diuntungkan. Investor memperoleh Capital Gain dari aktifitas jual beli saham, sedangkan perusahaan emiten memperoleh pendanaan melalui penerbitan saham.
Perusahaan emiten memperoleh pendanaan melalui penerbitan saham untuk kemudian ditawarkan kepada publik dan pemegang saham lama (existing). Terkait penawaran saham oleh emiten, dapat dibedakan antara Initial Public Offering (IPO) dan Right Issue Saham.
Initial Public Offering (IPO) dan Right Issue saham memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut setidaknya dapat dilihat dari 3 hal yaitu waktu penawaran, kepada siapa penawaran ditujukan, dan volume lembar saham yang diterbitkan.
Pertama, IPO merupakan penawaran saham perdana atau pertama kali yang dilakukan oleh emiten, sedangkan Right Issue merupakan penawaran saham berikutnya setelah IPO. Jadi, IPO terlebih dahulu, baru kemudian Right Issue.
Kedua, IPO dilakukan emiten untuk ditawarkan kepada publik, sedangkan Right Issue ditawarkan kepada pemegang saham yang sudah ada (existing stockholders). Pengertian publik berarti siapa saja boleh membeli saham emiten tersebut. Penawaran ke publik biasanya diputuskan emiten setelah pemegang saham pengendali menyetor dana untuk modal inti perusahaan, namun masih terdapat kekurangan modal.
Ketiga, volume lembar saham yang diterbitkan pada IPO tidak dibatasi namun menyesuaikan dengan kebutuhan modal emiten. Sedangkan, volume lembar saham yang diterbitkan pada Right Issue dibatasi maksimal 10% dari jumlah lembar saham yang beredar. Misalnya, jumlah lembar saham yang beredar sebanyak 100 juta lembar, maka maksimal Right Issue hanyalah 10% saja yaitu sebanyak 10 juta lembar saham.
Apa pun kegiatan yang dilakukan emiten di pasar modal harus mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan demikian, hasil keputusan RUPS menjadi landasan hukum bagi emiten dalam memenuhi asas keadilan dan asas manfaat bagi para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
EmoticonEmoticon