Untuk melihat tingkat kemajuan pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Semakin besar nilai APBD, maka semakin maju pembangunan daerah tersebut. Sebaliknya, semakin kecil volume APBD, maka semakin lambat pembangunan daerah tersebut.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah dalam kaitan dengan pembangunan daerah yang dibahas dan disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sebuah APBD dikatakan bagus jika penyerapan anggaran mendekati angka 100%. Dengan kata lain, realisasi APBD sudah sesuai dengan Anggaran keuangan yang sudah disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sementara DPRD adalah DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten, dan DPRD Kota. Dalam penyusunan APBD harus dimulai dari perangkat daerah paling bawah yaitu Pemerintah Desa atau Kecamatan, Pemerintah Kabupaten atau Kota, dan Pemerintah Provinsi.
Sebuah APBD harus sinkron dengan Rencana Kerja Pemerintah Pusat (RKP). Dokumen RKP menjadi pedoman bagi seluruh pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dokumen RKPD akan menjadi dasar dalam penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Sebelum menjadi sebuah APBD, ada banyak tahapan birokratis yang harus dilalui.
Beberapa tahapan yang harus dilalui dalam proses penyusunan APBD antara lain Pemerintah Daerah menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), SKPD menyusun Rencana Kerja dan Anggaran berdasarkan RKPD, dan SKPD bersama DPRD menyepakati RKA-SKPD menjadi APBD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).
Dalam menyusun rancangan Perda APBD, pemerintah daerah harus berpedoman pada Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Kebijakan Umum APBD (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya selama jangka waktu 1 tahun. Sedangkan, Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) adalah rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD sebelum disepakati dengan DPRD.
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD inilah nantinya yang akan menjadi dasar penyusunan APBD. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD.
Sebuah APBD terdiri dari 3 komponen utama yaitu Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Sesuai Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kementerian Dalam Negeri, ketiga komponen utama tersebut di atas memiliki struktur sendiri-sendiri.
Pendapatan Daerah adalah seluruh hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan. Pendapatan Daerah dalam APBD memuat sejumlah pendapatan antara lain Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Pendapatan Asli Daerah meliputi Pendapatan Pajak Daerah, Pendapatan Retribusi Daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Pendapatan Transfer meliputi Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat dan Transfer Antar Daerah. Dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah meliputi Pendapatan Hibah, Dana Darurat, dan Pendapatan Lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan dalam tahun anggaran tertentu. Belanja Daerah dalam APBD memuat sejumlah pos pengeluaran belanja meliputi Belanja Operasional, Belanja Modal, Belanja Tak Terduga, Belanja Transfer.
Belanja Operasional meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, dan Belanja Bantuan Sosial. Belanja Modal meliputi Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan Bangunan, Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan, dan Belanja Modal Aset Tetap Lainnya. Belanja Tak Terduga meliputi Belanja Tak Terduga, dan lain-lain sesuai aturan perundang-undangan. Belanja Transfer meliputi Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah, Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya, dan Transfer Bantuan Keuangan ke Desa.
Pembiayaan Daerah dalam APBD dilakukan bila terjadi Defisit, artinya pendapatan daerah lebih kecil daripada belanja daerah. Defisit dalam APBD menyesuaikan dengan kebijakan fiskal Pemerintah Pusat yang dituangkan dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara. Pembiayaan Daerah adalah transaksi keuangan untuk menutup defisit anggaran atau untuk memanfaatkan surplus. Pembiayaan Daerah dalam APBD meliputi Penerimaan Pembiayaan Daerah, dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
Penerimaan Pembiayaan Daerah terdiri atas Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya, Pencairan Dana Cadangan, Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Penerimaan Pinjaman Daerah, Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman, Penerimaan Piutang Daerah, dan Penerimaan Pembiayaan Lainnya sesuai aturan perundang-undangan. Pengeluaran Pembiayaan Daerah terdiri atas Pembayaran Cicilan Pokok Utang yang Jatuh Tempo, Penyertaan Modal Daerah, Pembentukan Dana Cadangan, Pemberian Pinjaman Daerah, dan Pengeluaran Pembiayaan Lainnya sesuai aturan perundang-undangan.
Sebagai contoh berikut ini adalah APBD yang mengalami Defisit. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Fiskal 2019 sebesar IDR33.519.933.801.035,43. Adapun perincian APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Fiskal 2019 terdiri atas Pendapatan Daerah sebesar IDR31.927.102.731.818,54 dan Belanja Daerah sebesar IDR33.519.933.801.035,43. Karena Pendapatan Daerah lebih kecil dari Belanja Daerah, maka terjadi Defisit Anggaran sebesar IDR1.592.831.069.216,89. Defisit akan ditambal menggunakan sumber Pembiayaan Daerah. Adapun perincian Pembiayaan Daerah terdiri atas Penerimaan Pembiayaan Daerah sebesar IDR1.916.631.069.216,89 dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah sebesar IDR323.800.000.000. Maka, Sumber Pembiayaan Daerah Netto sebesar IDR1.592.831.069.216,89. Dengan demikian Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA) adalah sama dengan Nol.
Contoh berikut lainnya adalah APBD yang mengalami Surplus. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Fiskal 2017 sebesar IDR23.467.518.025.000. Adapun perincian APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun Fiskal 2017 terdiri atas Pendapatan Daerah sebesar IDR23.467.518.025.000 dan Belanja Daerah sebesar IDR23.363.518.025.000. Jadi, jumlah Pendapatan Daerah lebih besar daripada Belanja Daerah, maka terjadi Surplus Anggaran sebesar IDR104.000.000.000. Surplus akan digunakan untuk Sumber Pembiayaan Daerah. Adapun perincian Pembiayaan Daerah terdiri atas Penerimaan Pembiayaan Daerah sebesar IDR200.000.000.000 dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah sebesar IDR304.000.000.000. Maka, Sumber Pembiayaan Daerah Netto sebesar Defisit IDR104.000.000.000. Dengan demikian, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA) adalah sama dengan Nol.
EmoticonEmoticon