Secara agregat tingkat pertumbuhan kredit domestik mengalami penurunan akibat Pandemi COVID-19. Daya beli masyarakat yang anjlok dan angka pengangguran yang bertambah ditambah sektor riil lesu membuat lembaga keuangan bank dan non bank mengerem penyaluran kredit. Alhasil, muncul fenomena Credit Crunch yang menekan sebegitu kuat pertumbuhan ekonomi menuju kontraksi.
Credit Crunch adalah sebuah fenomena di mana lembaga keuangan bank dan non bank mengerem penyaluran kredit kepada calon debitur sebagai akibat lesunya perekonomian nasional. Dengan mengerem penyaluran kredit berarti banyak dana menganggur di lembaga keuangan sementara di sisi lain bank harus membayar bunga simpanan nasabah. Bila kondisi tersebut berlarut-larut bisa membuat ekonomi domestik lumpuh.
Salah satu indikator pemulihan ekonomi adalah mulai meningkatnya penyaluran kredit seiring menggeliatnya kegiatan ekonomi masyarakat. Dukungan vaksinasi COVID-19 sangat penting bagi pemulihan ekonomi nasional yang pada gilirannya menghilangkan fenomena Credit Crunch.
Banyak pelaku ekonomi terutama sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bertahan hidup dari stimulus ekonomi berupa bantuan permodalan dari penyelenggara negara. Jelas sekali kondisi makroekonomi di tengah Pandemi COVID-19 sama hebatnya dengan kondisi saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998 silam.
Wajarlah bila lembaga perbankan mengerem laju penyaluran kredit untuk mengantisipasi melonjaknya kredit macet. Namun, kebijakan tersebut sangat diharapkan tidak berlangsung lama karena bisa melumpuhkan ekonomi domestik. Sudah bukan rahasia umum jika sebagian besar pelaku usaha masih sangat tergantung pada kredit dari perbankan.
Demikian penjelasan singkat mengenai fenomena credit crunch semoga bisa sedikit menambah wawasan para pelaku usaha dalam membaca arah ekonomi dalam negeri ke depan. Kejelian, kesabaran, efisiensi, penyesuaian diri dan vaksinasi memang lagi dibutuhkan di tengah Pandemi dalam rangka menuju pemulihan ekonomi.
EmoticonEmoticon