Umumnya di dunia perbankan, Bank Indonesia (BI) Checking awal mulanya di bawah wewenang Bank Indonesia, namun sejak berdirinya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) otomatis wewenang BI Checking berpindah ke Lembaga OJK. Bank Indonesia (BI) Checking atau yang biasa dikenal dengan Sistem Informasi Debitur (SID) adalah laporan yang berisi profil pinjaman debitur mulai dari plafon pinjaman, tenor pinjaman, baki debit, jenis agunan, tingkat bunga, dan kolektibilitas pinjaman. Untuk kolektibilitas pinjaman debitur terbagi menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet. Masing-masing kategori kolektibilitas berdasarkan jumlah hari nunggak.
Sejak beralihnya tugas BI Checking dari BI ke OJK maka istilah yang digunakan berganti menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Setiap permintaan SLIK dari bank atau lembaga pembiayaan akan diorder ke kantor OJK baik via email maupun datang langsung ke kantor OJK.
Berbicara mengenai Financial Technology (Fintech) tidak jauh dari yang namanya pemberi pinjaman (Peer to Peer Lending). Meskipun Fintech banyak macamnya, namun yang dibahas kali ini khusus mengenai Fintech Lending.
Fintech Lending berbeda dengan bank pada umumnya, karena fintench lending hanya khusus menyalurkan pinjaman. Jadi fungsi intermediasi perbankan tidak identik pada lembaga fintech lending ini.
Dalam proses pemberian pinjaman online oleh lembaga fintech, proses pengajuannya pun dilakukan secara online. Hanya saja hingga saat ini belum ada yang namanya fintech lending checking yaitu suatu tahap yang harus dilalui oleh pemohon kredit sebelum disetujui pengajuan pinjamannya. Fintech Lending checking tidak jauh berbeda dengan SLIK OJK, yaitu mengecek profil pemohon apakah sudah memiliki pinjaman online di fintech lending lain dan melihat status pinjamannya.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama OJK sedang mempersiapkan pusat data fintech lending (pusdafil). Pusdafil inilah yang nanti akan memproses fintech lending checking atas permohonan yang diajukan calon peminjam.
Alur kerjanya kira-kira seperti ini, Pusdafil akan menjadi pusat data seluruh lembaga fintech lending di Indonesia. Data peminjam dari sabang sampai merauke akan diolah dan disimpan oleh Pusdafil. Nanti seluruh lembaga fintech yang sudah terdaftar dan berijin OJK bisa mengakses langsung ke sistem Pusdafil.
Ada 3 hal yang menjadi fokus dalam manajemen risiko oleh Pusdafil antara lain indikasi fraud, Daftar Hitam Peminjam Online (DHPO), dan pengecekan apakah peminjam punya di lebih dari 1 fintech lending. Bayangkan saja bila Pusdafil ini tidak segera terbentuk, akan banyak peminjam yang memiliki pinjaman di lebih dari 1 fintech lending. Sebagai contoh, ada peminjam yang memiliki pinjaman online di 141 fintech lending, baik di fintech lending legal maupun ilegal. Yang terjadi adalah gali lubang tutup lubang, mirip dengan kolektor kartu kredit.
Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal tersebut diatas, AFPI berencana meluncurkan Pusdafil pada tahun 2020 ini, dan sekarang sedang tahap pembangunan pemograman sistem. Kita tunggu saja.